MUSI RAWAS- Setelah sempat mereda, konflik internal yang terjadi di DPRD Kabupaten Musi Rawas (Mura) kembali memanas. Hal itu berdampak pada molornya pembahasan rolling anggota komisi DPRD, padahal saat ini sudah melewati masa satu tahun anggaran sesuai Tata Tertib (Tatib) DPRD Mura Nomor 5 tahun 2010.
“Pembahasan rolling anggota komisi, beberapa waktu lalu, terpaksa ditunda karena Fraksi Golkar tidak mengutus anggotanya. Kita telah menyerahkan kepada Badan Kehormatan (BK) DPRD Mura untuk mengatasi dan memediasi masalah ini. Hal tersebut juga bisa dikatakan pemboikotan yang dilakukan Fraksi Golkar,” ungkap Ketua Fraksi Bhinneka Tunggal Ika (BTI), Bastari Ibrahim, kepada wartawan Koran ini dikantornya, Kamis (20/1).
Mandegnya komunikasi di DPRD Mura, menurut legislator Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) itu, berawal dari kehendak segelintir oknum dari politisi Golkar yang memaksa anggota fraksinya untuk masuk ke Fraksi Golkar, beberapa waktu lalu. Pada rapat paripurna DPRD Mura, Senin (17/1) telah diputuskan, bahwa DPRD tidak akan melakukan revisi Tatib sebagaimana yang diinginkan Fraksi Golkar.
“Keputusan kedua adalah delapan anggota DPRD Fraksi BTI yang beberapa waktu lalu sempat menyatakan ingin keluar, tidak jadi pindah Fraksi. Pernyataan kedelapan anggota tersebut telah diserahkan ke Ketua DPRD Mura, namun saya lupa nomor registernya,” terang Bastari.
Menurut Bastari, sesuai dengan Tatib DPRD Nomor 5 Tahun 2010 pasal 52 ayat 8, mestinya pergantian atau rolling komposisi komisi telah terlaksana akhir tahun 2010 lalu. Ayat tersebut menyatakan, masa tugas Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris komisi ditetapkan satu tahun dan dapat ditempatkan atas persetujuan fraksi.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Wahisun Wais Wahid. Kendati dirinya tidak mau bicara banyak, namun menurut legislator Partai Bulan Bintang (PBB) itu, jika masyarakat dan media ingin mengetahui polemik dan mandegnya pembentukan alat kelengkapan DPRD Mura tersebut, ia mengarahkan untuk bertanya kepada Fraksi Golkar.
“Jika kalian ingin mengetahui kenapa semua komunikasi dan konstelasi ditubuh DPRD Mura ini makin runyam, seperti api dalam sekam. Hingga alat kelengkapan DPRD pun terhambat, silahkan tanya langsung ke Fraksi Golkar,” tegas Wahisun, beberapa waktu lalu.
Terpisah, Sekretaris DPRD Mura, Supriyadi, ketika dikonfirmasi mengatakan, bahwa tertundanya pembentukan alat kelengkapan dewan bukan haknya untuk ikut dalam menyelesaikan. Karena hal tersebut murni kepentingan politik anggota DPRD.
“Saya tidak mau ikut campur masalah mandegnya komunikasi politik pada tubuh DPRD Mura, sebab hal itu bukan kapasitas saya. Kami hanya pelayan mereka untuk menyiapkan segala hal ikhwal kebutuhan anggota DPRD dalam mempermudah tugas dan fungsi mereka. Selebihnya itu bukan hak kami,” tegas Supriyadi, kepada wartawan Koran ini usai acara pelantikan pejabat eselon II dan III di lingkungan Pemkab Mura, kemarin.
Sedangkan, Kabag Perundang DPRD Mura, Yasin Yunus menjelaskan, bahwa dalam Tatib maupun PP Nomor 16 tahun 2010 tidak menjelaskan secara tegas tentang kapan seharusnya roling terjadi. Namun kebiasaan yang terjadi, rolling komisi dilakukan pada awal tahun anggaran baru.
“Satu tahun dalam Tatib Nomor 5 tahun 2010 itu maksudnya, satu tahun anggaran. Dan menurut Tatib, roling itu awal tahun anggaran. Jadi tidak dinyatakan secara tegas tanggalnya, yang penting dasarnya adalah ada kesepakatan DPRD,” pungkas Yasin.(06)
“Pembahasan rolling anggota komisi, beberapa waktu lalu, terpaksa ditunda karena Fraksi Golkar tidak mengutus anggotanya. Kita telah menyerahkan kepada Badan Kehormatan (BK) DPRD Mura untuk mengatasi dan memediasi masalah ini. Hal tersebut juga bisa dikatakan pemboikotan yang dilakukan Fraksi Golkar,” ungkap Ketua Fraksi Bhinneka Tunggal Ika (BTI), Bastari Ibrahim, kepada wartawan Koran ini dikantornya, Kamis (20/1).
Mandegnya komunikasi di DPRD Mura, menurut legislator Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB) itu, berawal dari kehendak segelintir oknum dari politisi Golkar yang memaksa anggota fraksinya untuk masuk ke Fraksi Golkar, beberapa waktu lalu. Pada rapat paripurna DPRD Mura, Senin (17/1) telah diputuskan, bahwa DPRD tidak akan melakukan revisi Tatib sebagaimana yang diinginkan Fraksi Golkar.
“Keputusan kedua adalah delapan anggota DPRD Fraksi BTI yang beberapa waktu lalu sempat menyatakan ingin keluar, tidak jadi pindah Fraksi. Pernyataan kedelapan anggota tersebut telah diserahkan ke Ketua DPRD Mura, namun saya lupa nomor registernya,” terang Bastari.
Menurut Bastari, sesuai dengan Tatib DPRD Nomor 5 Tahun 2010 pasal 52 ayat 8, mestinya pergantian atau rolling komposisi komisi telah terlaksana akhir tahun 2010 lalu. Ayat tersebut menyatakan, masa tugas Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris komisi ditetapkan satu tahun dan dapat ditempatkan atas persetujuan fraksi.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Wahisun Wais Wahid. Kendati dirinya tidak mau bicara banyak, namun menurut legislator Partai Bulan Bintang (PBB) itu, jika masyarakat dan media ingin mengetahui polemik dan mandegnya pembentukan alat kelengkapan DPRD Mura tersebut, ia mengarahkan untuk bertanya kepada Fraksi Golkar.
“Jika kalian ingin mengetahui kenapa semua komunikasi dan konstelasi ditubuh DPRD Mura ini makin runyam, seperti api dalam sekam. Hingga alat kelengkapan DPRD pun terhambat, silahkan tanya langsung ke Fraksi Golkar,” tegas Wahisun, beberapa waktu lalu.
Terpisah, Sekretaris DPRD Mura, Supriyadi, ketika dikonfirmasi mengatakan, bahwa tertundanya pembentukan alat kelengkapan dewan bukan haknya untuk ikut dalam menyelesaikan. Karena hal tersebut murni kepentingan politik anggota DPRD.
“Saya tidak mau ikut campur masalah mandegnya komunikasi politik pada tubuh DPRD Mura, sebab hal itu bukan kapasitas saya. Kami hanya pelayan mereka untuk menyiapkan segala hal ikhwal kebutuhan anggota DPRD dalam mempermudah tugas dan fungsi mereka. Selebihnya itu bukan hak kami,” tegas Supriyadi, kepada wartawan Koran ini usai acara pelantikan pejabat eselon II dan III di lingkungan Pemkab Mura, kemarin.
Sedangkan, Kabag Perundang DPRD Mura, Yasin Yunus menjelaskan, bahwa dalam Tatib maupun PP Nomor 16 tahun 2010 tidak menjelaskan secara tegas tentang kapan seharusnya roling terjadi. Namun kebiasaan yang terjadi, rolling komisi dilakukan pada awal tahun anggaran baru.
“Satu tahun dalam Tatib Nomor 5 tahun 2010 itu maksudnya, satu tahun anggaran. Dan menurut Tatib, roling itu awal tahun anggaran. Jadi tidak dinyatakan secara tegas tanggalnya, yang penting dasarnya adalah ada kesepakatan DPRD,” pungkas Yasin.(06)
0 komentar:
Posting Komentar