Jumat, 16 Juli 2010

DPRD Dinilai Terlalu Over Protectif Terhadap Wartawan

0 komentar
MUSI RAWAS- Seringnya oknum di Sekretariat DPRD Kabupaten Musi Rawas menghalangi dan mengusir insan pers yang melakukan peliputan di seputaran DPRD disesalkan sejumlah wartawan. Mereka menilai, jika melihat dari substansi sidang yang digelar oleh anggota DPRD Kabupaten Mura sangat layak untuk dikonsumsi publik.
“Kami sangat menyesalkan kejadian tersebut, karena hal ini sudah beberapa kali dilakukan petugas di gedung DPRD Kabupaten Mura dengan alasan perintah dari pimpinan yang melarang wartawan meliput sidang terbuka, maupun rapat-rapat dewan. Padahal jika melihat sidang maupun rapat yang dilakukan oleh anggota DPR-RI dilaksankan secara terbuka yang diliput dan disiarkan langsung oleh TV swasta. Ini merupakan contoh keterbukaan kinerja dewan, sehingga tidak ada dugaan yang macam-macam dilakukan anggota DPR dengan pihak ekskutif,” ungkap Ketua Forum Solidaritas Insan Pers (Forsip), Nur Muhammad, kepada wartawan koran ini, Kamis (15/7).
Ditambahkannya, keterbukaan dan transparansi dalam menjalankan tugas dewan merupakan salah satu bentuk dari demokrasi, karena pers merupakan bagian dari itu. Dimana Pers menjadi pilar demokrasi yang keempat setelah ekskutif, legislatif, yudikatif dan jurnalistik (pers).
“Untuk itu ke depan Forsip mengimbau kepada sekretariat DPRD Kabupaten Mura supaya hal ini tidak akan terulang kembali. Kalau pun ini terjadi lagi maka Forsip akan melaporkannya kepada pihak yang berwajib, sesuai dengan UU Nomor 40/99 Tentang pers, pasal 4 ayat (2) terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Kemudian ayat (3), untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi,” paparnya.
Selain itu, bagi siapa pun yang melarang insan pers mencari informasi telah melanggar bab VIII ketentuan pidana, pada pasal 18 ayat (1) yang bunyinya setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan penjara paling lama dua tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Terpisah, hal yang sama juga diungkapkan Ketua Front Perlawanan Rakyat (FPR) Kabupaten Mura dan Kota Lubuklinggau, Edwar Antoni. FPR meminta supaya Pemerintah Daerah (Pemda) dalam hal ini sekretariat DPRD Kabupaten Mura untuk tidak over protectif dan menghalang-halangi kerja yang dilakukan insan pers yang merupakan elemen keempat dalam elemen demokrasi.
“Jika hal tersebut tetap dilakukan maka FPR menduga Pemda anti demokrasi dan menentang program Pemerintah Pusat tentang transparansi informasi publik dan reformasi demokrasi yang dicanangkan oleh presiden SBY,” tegasnya.
Oleh karena itu, dia meminta kepada Bupati Mura sesuai dengan sambutannya pada pelantikan pejabat struktural, beberapa waktu lalu, untuk mengingatkan kepada SKPD lainnya untuk transparansi dalam memberikan informasi bagi insan pers.
“Kemudian, kepada Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Musi Rawas dan Lubuklinggau hendaknya berperan aktif untuk melindungi insan pers yang ada di Kabupaten Mura dan Kota Lubuklinggau ketika menjalankan tugsanya,” pungkas Edwar.(07)

0 komentar:

Posting Komentar