Kendatipun sejak UU Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah mengizinkan Sat Pol PP dipersenjatai telah lama diterbitkan, namun Sat Pol PP disebut sebagai perangkat pemerintah daerah untuk memelihara ketertiban umum dan ketenteraman masyarakat. Maka dari itu, posisi Sat Pol PP berbeda dengan Polri dan TNI yang jelas-jelas memiliki kewenangan secara sah menggunakan kekerasan berdasarkan otoritas politik pemerintah yang berdaulat. Musuh TNI jelas, mencakup pula fungsinya dalam peperangan. Sementara, Polri berhadapan dengan terorisme yang memungkinkan penggunaan senjata api.
Bila Sat Pol PP dipersejantai justru akan ada perkelahian massal di lapangan, sipil versus sipil. Yang perlu diperbaiki adalah operasionalisasi Sat Pol PP di lapangan. Pendekatan persuasif lebih dibutuhkan ketimbang opresif. Meskipun mekanisme perolehan izin penggunaan senjata demikian ketat, kualifikasi yang dapat diberikan izin harus melalui pendidikan dan pelatihan khusus.
“Maka dari itulah, kami dari elemen Pemuda dan Mahasiswa tetap menolak kebijakan pemerintah tersebut. untuk diketahui bahwa keberadaan Sat Pol PP semata-mata untuk mendukung kelancaran dan keberhasilan pelaksanaan tugasnya, membantu kepala daerah untuk menegakan peraturan daerah serta membantu mewujudkan ketenteraman dan ketertiban umum. Jadi kebijakan untuk mempersenjatai mereka merupakan kebijakan yang sangat berlebihan dan bisa membahayakan masyarakat,” ungkap Koordinator Gerakan Mahasiswa Menggugat (GMM), Aren Frima, kepada wartawan koran ini, Kamis (15/7).
“Kita bisa lihat kelakuan oknum Sat Pol PP beberapa waktu lalu, dengan pentungan saja dalam menjalankan tugasnya, mereka sudah sangat garang dan terkesan tidak wajar dalam melakukan pentertiban, bayangkan saja jika mereka nantinya dipersenjatai?. Kami khawatir jika Sat Pol PP dipersenjatai justru akan kontraproduktif dengan keinginan pemerintah yang lebih mengedepankan partisipasi masyarakat dalam pembangunan dan penegakan aturan hukum,” paparnya.
GMM juga menilai sebaiknya pemerintah “mempersenjatai” Sat Pol PP dengan meningkatkan kesejahteraan mereka daripada dibekali senjata api yang semakin menjauhkan mereka dari warga yang seharusnya diayomi.
Dalam hal ini, GMM mendesak kepada pemerintah untuk mencabut Permendagri Nomor 26 Tahun 2010, menghimbau kepada Walikota Lubuklinggau dan Bupati Musi Rawas untuk lebih mengedepankan sikap persuasif dalam menginstruksikan Sat Pol PP guna menertibkan dan menjalankan Perda. Kemudian, mendesak Kepada Walikota Lubuklinggau dan Bupati Musi Rawas agar menolak Permendagri Nomor 26 Tahun 2010 tersebut.(07)
0 komentar:
Posting Komentar